2018 - Mrs Bule

Tuesday 19 June 2018

My Miscarriage Story #storytime
00:471 Comments


(image source: Unsplash )

Aria lahir September 2016 dan sekitar Januari 2017, we found out that I was pregnant again. Kebayang dong gimana panik dan galaunya gue. Salah kita memang yang nggak langsung ikut program KB karena kita pikir itu kan baru lahiran banget dan onderdil gue masih acak adul. But well, things happened. Periode itu kita lagi tinggal di Jakarta jadi gue agak legowo karena masih dekat dengan keluarga. Walau jujur dalam hati sebenernya nggak rela banget karena gue nggak siap. Even Aria bukan bayi cerewet yang bisa buat mata gue dan Mamat berpanda ria but we got our hands full. Belum lagi gue yang masih harus banyak gendong Aria sana sini. Kita pun memutuskan untuk keep the baby walau Mamat sebenernya galau juga.

Singkat cerita, kita harus pindah ke Phnom Penh sekitar 1 minggu. Untungnya nggak lama karena honestly gue nggak mau raise my kids there. No offense. Setelah dari Phnom Penh, kita pindah lagi ke Manila. Ketidak siapan dan ketidak relaan gue buat hamil lagi tetap ada but they eased up. Mamat dan gue merasa optimis dari segi emosional dan finansial. Jeleknya, setelah balik merokok lagi setelah lahiran Aria, gue pun masih berlanjut. Bawaannya masih stres bok! (I know I'm not a perfect Mom). Gue pun masih minum wine karena waktu hamil Aria gue rajin nge-wine dan katanya red wine bagus buat pregnancy. Sekitar memasuki 3 bulan, gue pun berhenti merokok dan juga setelah dikecam keras sama Mamat.

Gue inget waktu itu 11 April 2017, kita kehilangan anak kedua. Satu minggu sebelumnya perut gue kram sepanjang minggu. Awalnya gue kira itu normal karena waktu hamil Aria dulu gue suka kram jadi gue cuma konsumsi pain killer. Tapi sakitnya masih belum hilang juga selama seminggu itu, juga nggak ada darah yang keluar selain cairan coklat lengket.

Jadi Kamis (6 April 2017) kita pergi ke dokter kandungan sama Aria. Ngomong-ngomong, dokternya perempuan dan masih muda karena Mamat nggak mau laki-laki lain to see my junk (lol!). Sebenernya itu dokter pengganti sih karena dokter yang gue booked lagi off. Anyway, setelah dokter nanya ini-itu, dia minta gue untuk berbaring di meja pemeriksaan. Dia bilang cervix-nya masih nutup yang artinya bagus dan nggak ada pendarahan tapi dia menyarankan untuk scan dan bedrest. Kita bahkan sempet denger detak jantungnya si baby and it bet so fast. Mamat dan gue excited banget, rasanya kayak pertama kali punya baby. Jadi dokter kasih resep untuk kram, vitamin dll. Dia ngasih gue :
Isoxilan Tab 10 mg;
Obimin Plus Cap;
Duphaston Tab 10 mg.
Kita langsung ambil di apotik dan langsung gue minum karena kram-nya udah nggak tertahankan banget. Terus kita pulang. 

Kita berencana untuk scan hari Senin tapi ternyata di Filipina lagi libur Holy Week jadi mereka nggak available yang artinya kita harus nunggu sampe minggu depan. Meski gue udah konsumsi obat, kram-nya masih nggak hilang jaid berasa buang-buang duit. Dan gue pun mulai pendarahan dan my water leaked.

11 April pagi, gue tiduran di kasur sambil main hp, gue nggak bisa tidur karena kram. Setiap kali gue bangun, selalu ada gumpalan besar keluar dari vagina. Jadi gue ke toilet dan gue merasa kayak ada gumpalan besar mau keluar. Gue berniat untuk simpan dan tunjukkin ke dokter (hasil nge-google sih menyarankan begitu) supaya mereka bisa meriksa. And there she was, right on my hand (on pad). Gue teriak dan manggil Mamat dan nangis bersamaan. 

Aseli gue histeris. Pikiran gue kosong. Gue nggak inget ngomong apa atau apa gue gemetaran. Pokoknya gue nggak inget. Gue nggak tahu berapa lama gue nangis. Gw nelfon Nyokap dengan histeris. Mamat coba menenangkan gue, dia bahkan nggak sempat bereaksi sendiri karena terlalu sibuk menenangkan gue dan juga jaga Aria. At that time, I felt like I would never stop crying.

Beberapa hari setelahnya gue pendarahan hebat dan sisanya keluar seperti plasenta dan lain lain. Perut gue masih kram sampai 10 hari berikutnya.

Harus gue akui, hati gue rasanya hancur banget karena gue melihatnya langsung, udah berbentuk human. Bayi gue baru berumur 13 minggu, tapi gue tahu kalo itu perempuan. I feel horrible because I feel guilty. Waktu tahu gue hamil, gue ketakutan. Terlalu awal dan gue baru melahirkan Aria 6 bulan yang lalu. Gue berharap gue nggak hamil.  Dan sekarang kejadian depan mata, sebagian diri gue merasa lega but then it hit me. As much as I said, "I'm not ready," I did want her. I really did. Betapa butanya gue nggak menyadari itu sampai akhirnya gue kehilangan anak itu. Gue rasanya malu banget karena kehilangan bayi itu dan gue merasa itu salah gue. Gue anggap miscarriage ini sebagai tanda kalau waktunya memang nggak tepat dan ini membawa gue dan suami gue menjadi lebih dekat karena kita berbagi tangis.

Sekarang gue uda ikhlas. Andai gue bisa menunjukkan betapa menyesalnya gue. Tuhan mungkin menguji gue dan Mamat dan lihat kita belum siap. Atau mungkin ada rencana lain. Seperti sekarang gue hamil lagi (Puji Tuhan!) dan
uda memasuki 32 minggu. Beberapa minggu lalu kita scan dan ternyata kita dapet baby girl lagi yang rencananya due date tanggal 22 Juli. Dan kali ini gue merasa lebih siap dari sebelumnya. Doakan ya.


Reading Time:

Thursday 14 June 2018

Kenapa Suka Bule? #storytime
20:231 Comments

Bukan sekali doang gue ditanyain kenapa suka bule. Aduh, kalo ditanya gitu biasanya jawaban gue cuma, "Eh, nggak tahu ya. Abis beda sih." Setelah dipikir-pikir, jawabannya kok agak rasis juga yak.

Banyak wanita Indonesia yang memiliki pasangan orang asing, entah karena emang preferensinya begitu atau yah emang uda jodohnya. Ketemunya pun macem-macem, ada yang dari online maupun offline. Mamat dan gue ketemunya sih offline, nggak ada meet-cute atau apapun itu lah yang kata orang-orang. Menurut gue sih biasa aja, tapi kalo kata Mamat ada firework (ceileh!)

Karena sering ditanyain, gue pun akhirnya mulai mencari-cari apa akar awalnya gue bisa tertarik ama bule. Mamat emang bukan pacar bule pertama gue dan gue pun pernah kok pacaran dan tertarik sama orang Indonesia. 

Direct encounter pertama gue sama orang bule itu yang paling gue inget adalah waktu SMP. Jadi ceritanya gereja gue mengundang suami-istri missionaries dari Amerika yang ikut memboyong kedua anak cowok mereka selama seminggu ke Bengkulu. Namanya masih ABG belagu, waktu ngeliat mereka gue mikirnya, "Dih, keren nih gue kayaknya kalo gue bisa ngajak ngobrol mereka. Pasti pada sirik nih." (Haha!) Tapi serius itu yang ada di pikiran gue. Ujung-ujungnya gue malah baru berani waktu mereka udah mau balik lagi. Gue lupa ngomong apa tapi yang pasti belepotan banget Inggrisnya. Akhirnya gue bisa ajak ngobrol dan dapet alamat email-nya juga. Dih, bangga banget gue waktu itu, sempat juga email-emailan beberapa kali tapi that's it. Kalo diinget-inget kayaknya gue lebih mendekati stalker deh. Bawaannya kayak orang lagi jatuh cinta,lol! Dasar ABG labil!

Anyway, setelah dirunut-runut gue pun menyimpulkan kenapa gue bisa suka sama bule itu karena nyokap. Gimana nggak kalo gue dari kecil uda begadangan nonton film Steven Seagel, James Bond (jaman Pierce Brosnan tuh), Titanic, Indiana Jones dan film barat lainnya di RCTI. Ngeliat gimana heroik dan romantisnya para lelaki kulit putih itu, siapa yang nggak kesengsem. Walaupun tanpa direncanakan untuk nikah sama orang Inggris, gue selalu menganggap kalo aksen Inggris itu seksoy.

Memang sih ada banyak alasan lainnya kenapa gue suka bule tapi kalo ditanya awalnya kenapa, cuma ini yang bisa gue pikirkan. Pada akhirnya, yah, kalo jodoh nggak kemana, hehe.


Reading Time:

Tuesday 12 June 2018

Istri Bekerja Atau Tidak?
22:051 Comments

Jujur kadang gue suka kangen kerja kantoran lagi. Dulu gue sempat jadi Auditor di salah satu Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta. Walaupun tekanan dan work load nya berat apalagi mendekati waktu lapor pajak dan akhir tahun, gue menikmatinya. Bahkan sekarang gue suka kebayang-bayang buat Working Papers, kotak-katik Excel, grasak-grusuk dokumen dan sebagainya. Dulu gue selalu menganggap kerjaan Auditor ini kayak jadi detektif which is impian gue banget dari sejak suka baca seri Lima Sekawan-nya Enid Blyton.

Mamat pun sebenernya ngijinin kalau gue mau kerja biar gue juga bisa punya uang sendiri. Dia pun enggak menuntut gue harus bekerja atau enggak. Cuma yah biasalah kadang kalo lagi alot berantem suka kelepas omongan 'cari duit sendiri'. Biasanya omongan enggak enak gini keluar kalo dia lagi mumet, full of pressure terus gue mulai nagging minta ini-itu buat Aria, imunisasi dan lain-lain. Ini sih sebenernya bukan alesan utama kenapa gue mau kerja tapi secara engga langsung mempengaruhi keputusan gue buat mau cari uang sendiri. Well, you know...ego.

Tapi kalau pun gue kerja, gue enggak mau kerja kantoran atau yang bakal sering ninggalin anak apalagi anak masih kecil karena gw mau 'around' di saat anak gue bertumbuh. Jadi kalaupun mau ambil kerjaan, ya yang bisa dilakukan dari rumah. Nggak mesti kerja yang gaji gedelah, cukup untuk tambah-tambah uang jajan, toh Mamat masih mampu memenuhi kebutuhan kita.

Anyway, salah satu youtuber kesukaan gue Pita's Life pernah bahas soal suami yang penuhi kebutuhan keluarga dan istri (Pita) memilih bekerja untuk memenuhi keinginan dia sendiri, jadi nggak perlu minta-minta suami. Gue sih setuju begini. Dulu pernah random talk ama sepupu gue yang sudah menikah dan intinya, 'uang suami, uang istri. Uang istri, ya uang istri.' Waktu itu sih kita ketawa aja tapi kalo sekarang gue pikir-pikir kok egois ya? Emang sih enak buat si istri jadi kalau mau beli apa-apa jadi bebas walau mungkin kalo mau beli sesuatu yang signifikan masih ijin suami dulu. Terus bukannya uang si istri jadi untuk belanja-belinji juga, gue pribadi masih ada simpanan duit sendiri yang gue pisahin dari Mamat. Selain itu juga misalnya gue bisa beli barang yang gue mau seperti handphone terus suami nggak bisa ambil balik hp itu kalo lagi berantem dengan alesan 'kan gue yang beli' (curcol, lol!)

Jadi intinya istri memilih bekerja untuk mengaktualisasikan dirinya atau memberi value pada dirinya sendiri dan dia bisa bangga dengan dirinya sendiri juga.

Nah, kalau memotivasi diri dengan bisa beli barang yang kita mau dari uang sendiri, ending-nya ini jadi drive istri untuk semangat cari uang atau malah jadi nggak bakal punya apa-apa (I mean like shopping spree) ? Kalo dalam kasus gue sih malah bisa berakhir enggak kesampaian buat beli buku-buku incaran gue dong. Jadi blessing or curse nih?

Anyway, kalo udah punya penghasilan sendiri, ikut bantu memenuhi kebutuhan keluarga juga nggak? Gue sih nggak masalah ya, justru bangga karena seriously kebutuhan keluarga apalagi kalo udah punya anak itu enggak ada habis-habisnya. Beneran deh.

So the point is istri bekerja itu bagus asal jangan sampai ngelunjak terus belagu sampai step on hubby's head juga. Durhaka itu mah.


Reading Time:

Tuesday 22 May 2018

Random Thought #1: Suicide
17:410 Comments

I just finish watched 13 Reasons Why and it got me thinking about suicide. Not that I want to kill myself but about the suicide itself.

Suicide is a choice. Their choices. Yes, it can be triggered by somebody else and people around them. But you can't blame other people for the choices that you make. You can not expect people to be what you're expecting. Sometimes people just a jerk, sometimes they just weak or sometimes they just afraid. So what? Don't put your life on jeopardy because of them. You have so much worth than that. Life is hard and so is people.

There is also people who choose to kill themself because they can't handle it anymore. Because they feel it's enough. Because they want a schortcut. And you can't blame them for that too. Feeling and emotion are complicated things.

One thing that I know for sure is that people who kill themself is someone who needs help.  It makes me to be more aware of people around me. They might look well, look alright but we don't know what they feel inside. They might want to scream for help but couldn't open their mouth. So, please be care.

In this matter of time, people tend to be careless. When someone they know killl themself, they will just say 'it's tragic' and then life goes on. I agree, life still can go on but it is not pathetic when you know that there is a slight of chance that you can help if you care just a little? If they still decide to do it, at least you know that you have try.

And people who finally to decide to suicide, I can't help to not judge that you are selfish. How can you not think about how people who love you that you left behind? You might think that no one care eventhough you kill yourself but nobody in this world whose not loved. You were not just came out from a turnip, were you? And don't get me started from religion point of view.

The point of this random thought is please be care, people!


Reading Time:

Tuesday 15 May 2018

Raising Kid Without Nanny #Anak1
18:02 2 Comments

Salut deh sama ibu-ibu yang bisa sampai urus empat anak tanpa bantuan Nanny dan sambil bekerja pula. Itu gimana ya kok bisa dan nggak gila? Gw baru punya anak satu aja kadang rasanya mau nyerah pake Nanny. Apalagi tinggal jauh dari keluarga yang nggak bisa curi-curi buat nitip. Selama ini kita pake Nanny baru satu kali dan nggak sampai 2 bulan. Itupun part time karena gw juga harus kerja part time. At that time, Aria baru sekitar 6 bulanan kalo nggak salah dan masih belum kenal orang.

Sekarang sih udah nggak pake Nanny lagi dan gw urus Aria full time. Kadang kalo Aria lagi riweh-riwehnya terus nggak mau tidur siang, gw jadi frustasi sendiri dan akhirnya malah jadi upset. Abis itu mulai deh meratapi diri sendiri kayak 'me-time gw mana??', 'gw pengen break' ,de el el, de es be. Eh, sudah itu jadi ngerasa bersalah sendiri. Kalo udah begini, gw ambil step back terus coba nyemangatin diri sendiri kayak "Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian", atau reconsider kalo mau pake jasa Nanny.

Nyokap selalu mewanti-wanti gw untuk nggak nitipin Aria ke sembarang orang. Pokoknya selalu bilang jangan dan suka banget kasih gw cerita-cerita atau video seram soal perlakuan pembantu sama anak asuhnya. Mamat paling males dan anti banget denger cerita-cerita beginian. Maksudnya males karena nggak mau ngedengerin. Anyway, sebagai seorang Ibu yang baik (ceileh!), yang jelas gw ikutan jadi parno lah. Bukannya berarti gw gampang dipengaruhin atau ditakut-takutin tapi gw nggak mau menyesal di kemudian hari. Amit-amit dah. Walaupun sebenernya gw gak rela kalo Aria dititipin ke orang lain, kalau suatu saat nanti gw memutuskan pake Nanny atau nitipin Aria, at least waktu Aria udah bisa ngomong lancar jadi bisa mengadu kalo ada apa-apa.

Untuk soal Nanny, Mamat untungnya nggak pernah nuntut macem-macem untuk pake Nanny atau nggak. Dia menyerahkan semua keputusan di tangan gw dan support 100% mana yang gw anggap baik. Palingan kalo dia ragu atau worried about something, dia baru bilang ke gw.

Jadi, intinya sih selama gw masih merasa mampu untuk nggak pake Nanny dan belum ada kesibukan yang menyita waktu banget, gw merasa nggak perlu pake Nanny. Besides, nanti juga kan ada waktunya Aria mulai masuk sekolah dan mungkin akhirnya gw bisa punya sedikit me-time. *OMG, masih berapa tahun lagi itu????*



Reading Time:

Monday 14 May 2018

About You & Me
01:290 Comments

How do you see youself and your partner in a relationship or a marriage? As an equal or one is higher than the other? Apa kedudukan pria lebih tinggi hanya karena ia yang mencari nafkah dan memberi atap di atas kepala? Apa kedudukan wanita lebih tinggi hanya karena ia yang bertanggungjawab mengurus rumah dan menghadapi semua tangis, kerewelan dan juga tawa anak? Tapi bagaimana kalau posisinya dibalik?

Gw lebih memilih untuk melihat posisi kita itu equal karena menurut gw masing-masing memiliki peranan dan tanggungjawab yang penting dalam suatu hubungan. Dalam konteks ini maksud gw adalah dalam keluarga. Nyatanya, dalam praktek nggak gitu coy! Mungkin karena ego masing-masing yang masih mementingkan egonya sendiri atau karena menganggap perannya lebih penting dari pasangannya. Nah, ini yang menurut gw bahaya kalo nggak segera ditindaklanjuti. Selama kita belum melepaskan ego pribadi, kita akan berakhir terus menuntut kepada pasangan kita. Ini yang gw pelajari dari nyokap gw. Ada benernya juga sih. Kenyataannya teori lebih mudah daripada praktek bahkan nyokap pun yang sudah berpuluh-puluh tahun menikah masih suka susah untuk mempraktekannya. Moreover, setiap gw berantem ama Mamat, gw selalu mencoba untuk mengingatkan diri sendiri untuk tidak menuntut.

Anyway, persoalan tuntutan ego yang merasa dirinya melakukan peran lebih penting dalam pernikahan gw ini merembet kemana-mana. Dari soal keuangan, soal 'hak gw' dan 'suka-suka gw'! Seperti sekarang, Mamat merasa dirinya berhak untuk keluar nongkrong sama temen-temennya karena dia sudah bekerja dan butuh refreshing. Waktu awal-awal, ini selalu jadi bahan berantem kita tiap minggu. Emang sih dulu dia rajin bawa gw kemana-mana tapi semenjak hamil Aria, mana bisa lagi gw ikut-ikut nonkrong sampai subuh. Nah, berantemnya kita karena gw menuntut dia untuk tinggal di rumah dan menemani gw. Mamat dan kaki gatelnya mana bisa dikekang begitu. Akhirnya gw mengalah untuk kasih dia keluar sekali-sekali dan mencoba mengerti kalo dia butuh social life juga. Kebetulan semenjak hamil, gw jadi tipe rumahan yang betah aja di rumah asalkan ada internet ama buku.

Soal 'hak gw' dan 'suka-suka gw' ini emang pasti berhubungan dengan soal keuangan. Karena dia yang kerja, jadi kalo dia lagi mabok 'ini uang gw' terus kalo lagi sober 'ini uang kita'. Yang beginian nih yang buat keki.

Jujur gw akui kalo posisinya dibalik dengan gw yang jadi alpha wife dan dia jadi Bapak Rumah Tangga, gw pasti akan menuntut lebih. Gw mungkin akan merasa gw yang lebih 'tinggi' dari dia dan juga mungkin akan melihat dia lebih 'rendah'. Kedengerannya jahat banget ya tapi inilah yang namanya ego. Who knows selama ini dia juga berpikir begitu tentang gw. Tapi semoga enggak ya. Sejauh ini sih dia nggak pernah ngomong gitu ke gw tapi kadang setan-setan kecil suka ngedorong gw buat mikir yang negatif.

Pada akhirnya, siapa sih yang mau punya hubungan macam itu? Pasti nggak ada. Tapi nyatanya hasil curhat sama temen-temen lain, ada juga loh yang begitu. Hopefully ini cuma karena pernikahan yang masih berumur jagung aja. Seiring dengan berjalan waktu dan semakin lama menikah, semoga lama kelamaan bisa melepas ego masing-masing. Kan katanya gitu, pernikahan adalah proses pembelajaran yang sangat panjang. Tinggal kitanya aja yang harus kuat dan mau belajar along the way.

As a reminder, semoga nggak clash. Post ini aseli bukan berniat untuk menggurui. Ini random thoughts gw dan mau gw jadiin pengingat buat diri gw sendiri. Syukur-syukur bisa bantu saling menguatkan bagi pembaca yang mungkin juga mengalami hal yang sama.


Reading Time:

Monday 7 May 2018

My Reading Habit Lately
09:47 4 Comments

Ada yang berubah dari kebiasaan membaca gue belakangan ini. Dulu gue paling nyaman kalo baca buku dengan posisi telungkup, tapi sejalan dengan tambah gedenya perut ini jadi udah nggak bisa lagi, hiks. Sekarang kalo baca, posisinya harus duduk atau sambil tiduran dan senderan di bantal tinggi. Ini mengakibatkan pantat gue yang kurang lemak jadi pegal linu dan belakang kepala jadi terasa berat karena banyak rebahan. Alhasil kebiasaan dan frekuensi membaca pun berkurang padahal semangat membaca masih menggebu-gebu.

Another reading habit yang gue rasa berubah adalah I can't seem enjoy the book that I'm reading. Entah itu karena posisi membaca yang lagi enggak nyaman atau karena gue lagi membaca ulang novel-novel lama atau karena get distracted. Lately gue membaca kayak lagi dikejar deadline deh. Jadi kapan ada celah waktu, entah sambil suap Aria makan atau menunggu pasti gue selipin membaca. Akhirnya untuk menyelesaikan satu buku bisa dalam too many sitting. Mungkin inilah yang mengakibatkan gue nggak engaged into the story. Seems like I have to "make time" to read. Mencoba untuk tidurin Aria lebih cepat dan duduk barang satu atau dua jam untuk membaca sebelum tidur, daripada menunggu ngantuk sambil main HP.

Terus untuk selera baca. Pada dasarnya gue pelahap semua jenis buku, walau lebih condong ke fiksi. Semenjak jadi silent reader di Bookstagram dan Booktube, gue lagi semangat dengan genre Fantasy karangan luar. Belakangan ini gue lagi semangat-semangatnya mau review buku di Blog ini, cuma bahannya nggak ada. Rasanya nggak pingin-pingin amat review buku itu-itu doang. Jadi akhirnya gue berniat untuk mencoba keluar dari zona nyaman gue dan mulai membeli atau membaca buku yang buat gue tertarik dari pick it up in bookstore, read the blurb and decide to get it or not. Jujur aja gue nggak inget kapan terakhir kali beli buku bukan karena godaan dari Bookstagram atau Booktube. Tapi bukan bearti jadi nggak akan pernah beli atau baca buku genre favorit gue, tapi untuk membuatnya lebih bervariasi. Bagus juga kali untuk isi kepala gue biar nggak ngayal-ngayal amat. So, let's see this weekend.

So, ini beberapa reading habit gue yang perlu gue tinjau ulang lagi. Hopefully I could feel better about myself.



Reading Time:

Saturday 5 May 2018

PENANG : Winter Warmers Coffee & Tea House
11:480 Comments

Weekend minggu lalu, hampir seharian kita nge-mall. Anak Metropolitan banget nggak sih, hehe. Kali ini kita pergi ke Gurney Plaza yang lokasinya kurang dari 2 km dari tempat kita tinggal. Setelah makan siang di Nando's lalu dilanjutkan dengan acara ngider-ngider mal, akhirnya kita cari tempat untuk ngaso sambil numpang Wi Fi. Niat awalnya sih mau ke Starbuck doang tapi Winter Warmers yang ada di sebelah Starbuck terlihat menggoda.





Sebelum masuk, kita mengintip dulu buku menunya yang cantik banget dan kita memutuskan kalau harganya masih terjangkau. Selain itu, konsepnya yang mau afternoon tea gimanaa gitu. Waktu masuk ke dalam, duh, cozy banget. Walaupun tempat duduknya agak kurang nyaman tapi ambience-nya oke punya. Dari taplak meja, wallpaper yang menurut gue cute  tapi juga nggak norak. Yang paling gue suka adalah pajangan berset-set teko dan cangkir teh yang menutupi satu sisi dindingnya. Eh, ternyata tea sets ini untuk dijual juga loh!

Kali ini berhubung kita masih kenyang karena sisa makan siang tadi, kita pun hanya memesan menu paket Cream Tea-nya dengan 1 poci Black Tea yang Earl Grey dan 2 scones. Waktu pesanan datang, Mamat cuma komentar, "Ini scones terkecil yang pernah gue makan". Sementara gue cuma komentar dengan harga 20 ringgit, what do you expect? Padahal sebenernya ini pertama kalinya gue makan scones jadi gue emang no expectations haha. Gue ngikutin Mamat gimana cara makan scone yang bener dan ternyata caranya adalah dibelah 2 di tengah-tengahnya terus diolesi cream dan blueberry jam (could be any jam). Oh iya, mereka juga menyediakan homemade jam dan scone nya masih anget dan enak banget, juga lumer di mulut.



Anyway, sebenernya gue nggak bisa membedakan macam-macam teh kecuali rasa dan baunya kentara banget but I always take my tea as sweeter as it can  be and a little bit of milk. Sayangnya karena gula mereka dikasih dalam paper sachet jadi teh gue pun rada-rada berasa kertas, hiks. Sementara Mamat, si orang Inggris tulen, takes his with just a little bit of milk and without sugar. 

As for Aria, disini mereka punya baby chair (penting banget ini buat gue bok!) dan gue sempat ngasih coba scone lengkap dengan cream dan selainya yang ternyata dia suka.

Jadi kesimpulannya, walau makanan dan minumannya termasuk not bad tapi buat gue Winter Warmers lebih menang ke ambience-nya. Meski agak-agak suram tapi buat betah kok!



Winter Warmers Coffee & Tea House:

Plaza Gurney, 170-g-38, Gurney Dr, 10250 George Town, Georgetown
Penang, Malaysia
Reading Time:

Thursday 3 May 2018

Nekat Fed atau Lazy Fed?
01:28 2 Comments

Kalo mau ngomongin soal makanan anak nih sebenernya susah-susah gampang. Waktu awal-awal Aria mulai beralih ke makanan keras, senjata andalan gue sama Mamat ya sereal bayi instan (*tutup mata*), pisang kerok atau Heinz. Terus mulai beralih ke rebus-rebusan dan mashed-mashed an seperti kentang, wortel dan brokoli. Bahkan sampai sekarang pun itu tetap menjadi comfort food-nya Aria.

Sebagai ibu baru yang bawaannya masih suka parnoan, kadang setiap mau ngasih coba makanan baru, gue takut-takut kalo dia alergi atau pup-nya jadi keras atau takut perutnya belum kuat. Sementara gue banyak deg-degannya, bapaknya justru termasuk nekat karena dia super excited. Apalagi setelah Aria lewat 1 tahun, Mamat pun jadi lebih berani. Dari pizza, burger, pokoknya apapun yang dimakan Bapak-nya pasti dikasi coba juga sama anaknya. Dan dua bule ini ternyata punya selera yang sama.

Dulu kadang gue suka keabisan ide mau masak atau kasih makan apa ke Aria. Alhasil Aria pun jadi bayi vegetarian, hehe. Awal-awal melewati umur 1 tahun, gue mulai memberi sup jagung, sup labu kuning, jamur rebus dan telur rebus. Walaupun sedikit ada varian, tetap rasanya masih ada yang kurang. Gue sudah banyak googling untuk  cari inspirasi dan sebagainya tapi kok tetap berasa nggak cocok. Selain itu, dulu Mamat juga sempat membatasi nggak mau ngasih Aria makan nasi, katanya sih biar perutnya nggak buncit kayak anak Asia lainnya (dasar rasis emang!), tapi toh tetep dikasih kentang jadi itu perut tetap buncit juga.

Anyway, bersyukur banget sekarang Aria sudah rada gedean dan so far dia nggak pernah alergi atau sakit-sakit karena makanan. Sekarang gue juga sudah lebih santai dan nggak deg-degan mau ngasih dia makan apa. Justru kemarin pas pulang ke Indo, Aria kita kasih coba lontong ama kuah sate Padang, sedikit nasi sama sambal dendeng, sup buntut bahkan dia doyan bumbu rendang. Kepedesan pun nggak! Tenang, kita bukan orang tua gila kok yang ngasih dia makan sampe seporsi orang dewasa, palingan cuma 3 atau 4 suap cukup untuk Aria tes rasa.

Sekarang setiap kita makan, Aria selalu ikut minta-minta makan. Ini gue jadikan pertanda alami kalau dia udah boleh makan-makanan orang dewasa (emang suka-suka lu lah, Mak!). Di umurnya yang baru 18 bulan ini, gue nggak tahu apa itu terlalu dini. Kalau hasil Google, para orang tua responnya macem-macem. Tapi kalo gue liat-liat dari baca blog luar, kebanyakan mereka lebih cuek dan anaknya udah ikut makanan orang tua (yang tetap masih aman untuk anak) sejak mereka umur 9 bulan. Sementara kalo baca cerita ibu-ibu di Indonesia, itu lebih telaten dan rajin untuk masak khusus anak sampai mereka umur 2 tahun.

Oh well, gue bukan super Mom sih jadi gue jalanin aja sesuai dengan apa yang gue anggap baik. Paling sering cek cok dikit ama Mamat kalau nekatnya kumat. Dan untunglah kita punya anak yang tahan banting. Oh iya, belakangan gue lagi rajin masak pasta ala-ala bolognaise gitu untuk Aria dan Mamat. Untunglah mereka doyan dan nggak cerewet.

At last, being a mom is about learning by process, right?


Reading Time:

Monday 30 April 2018

(18+) Diperkosa Suami Sendiri?
18:16 2 Comments

WARNING: This topic is too open and this is my own opinion. Stay peace if you disagree!

Aduh, judulnya seram amat! Tenang, ini bukan curhatan seram tipe-tipe yang ada di majalah wanita itu kok.

Baru-baru ini gue baca buku yang katanya seksualitas wanita itu kayak musim. Ada musim panas, musim dingin, musim semi dan musim gugur. Sementara kalo pria, musim panas terus. Anggap gue kolot tapi gue masih termasuk orang yang menganggap kewajiban seorang istri itu untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani suami.

Every weekend, as some of you might know, laki gue itu suka minum-minum. Nah, belakangan semenjak hamil gue sensitif banget dengan bau alkohol dan bau rokok. Suka eneg-eneg gitu. Mamat pun tahu kalo dia bau alkohol, gue pasti nggak mau intimate and he understands it. Buat yang belum tahu (bersyukurlah kalian!) bau alkohol itu paling parah the day after. Maksud gue bau alkohol dari bau badan dan bau nafasnya. Belum lagi sekujur badan dan rambut yang bau rokok. Apesnya, the day after itu juga waktu dimana dia di tingkat tinggi horny-nya. Gue nggak tahu apa ini Mamat doang atau lelaki lain juga begitu. Di saat-saat seperti inilah gue jadi serba salah. Kalo dipaksa gue yang eneg, kalo nggak kasian ama laki gue disuruh kawin sama tangan (ups!). Anyway, most of the time I was saved (thanks to Aria) but also there was some times that I was not.

Memasuki trimester kedua kehamilan, jujur libido gue menurun. Hilang nafsu, istilahnya. Mungkin bawaan hamil dan hormon atau karena kondisi kita juga yang sering berantem, I dont know. Nah, yang kasihan ini si Mamat. Daripada (amit-amit jabang bayi) dia jajan di luar, gue pun harus mengalah karena itu pun sudah jadi kewajiban gue. Tubuh gue sudah bukan milik gue sendiri tapi hak suami gue. Untungnya, walaupun tengil-tengil begitu, si Mamat menghormati gue. He never force himself on me.

Ketika gue mengalah dan tetap mau intim biar nggak mengecewakan suami, padahal gue sendiri pun nggak menikmatinya, sempat terbersit di pikiran gue, "Apa ini rasanya diperkosa?" Tapi gue segera menepis pikiran itu because that kind of thought was so disturbing. Dan tahu nggak? Pada akhirnya, gue nggak menyesal karena mengalah. Especially after see his happy face. Yes I did not enjoy it but he is my husband. Not just some random stranger.

Kesimpulannya, menurut gue nggak ada istilah diperkosa suami sendiri. Gue nggak tahu bagaimana kehidupan seks pasangan lainnya tapi menurut gue, suami punya hak atas istrinya. BUT, bukan berarti si suami bisa seenaknya dan sampai melanggar batas ya. Gue bukan ahli dalam pernikahan atau relationship, wong nikah aja baru 2 tahunan. Tapi "batas" itu sendiri ya urusan pasangan masing-masing. Sampai semanakah pasutri menarik garis batas.

Kalo ada yang mau komentar tapi nggak mau di-publish atau ada yang mau curhat, boleh kok email gue di mrsbulee(at)gmail.com


Reading Time:
#lifeupdate Part 1
04:24 2 Comments

Hola! Maaf sudah menghilang belakangan ini. Padahal niatnya mau stick ama blogs's schedule (hiks!). Tapi apa daya, a lot of things going on.

So...the bottom line is we move to Penang now! We are not sure how long we are gonna be here for but of course we hope we can stay for a long time atau paling nggak sampai gue lahiran. Sayangnya, karena satu dan lain hal, gue dan Aria nyangkut di sini dengan visa turis (30 hari). Jadi antara kita harus visa run setelah 30 hari itu atau liat gimana nantinya deh. Ini nih yang buat gue sebenernya hesitate untuk pindah ke Malaysia. Mamat sih enak, pake visa turis aja dia bisa dapet 3 bulan gratis. Oh, paspor hijauku!

Sejauh ini perasaannya gimana? Mmm...campur aduk sih. Kita ditempatkan di apartemen yang juga sekaligus hotel. Jadi ada weekly cleaning service (yaiy!). Apartemennya juga terletak di atas mal lama gitu jadi kalo turun lift ke lantai LG-nya bisa langsung ke Supermarket dan bisa bawa-bawa trolley ampe ke unit apartemen gue (haha). Udiknya gue, di apartemen ada Dryer buat cucian. Yup, ini pertama kalinya gue pake dryer hahaha. Mamat ampe ngakak ngeliat gue amazed banget ama dryer doang. Apartemennya juga enak dan bersih banget. Tempatnya strategis dan di bawah ada restoran Jepang. Bisa nyushi terus nih gue!

Nggak enaknya adalah karena apartemennya juga bisa disewakan buat jadi hotel jadi kesan homey-nya nggak berasa. Rasa-rasanya kayak liburan. Kita juga dapet 2 queen size beds jadi mungkin ini saatnya menyapih tidur Aria. Hm, let's see.

Perkara lainnya adalah soal makanan. Iya gue tau, gue terlalu cerewet. Tapi abis gimana dong??? Bingung mau masak apa. Kita mesti harus beli rice cooker terus entah nantinya mau beli ulekan atau nggak. Enaknya, di supermarket bawah ada kecap manis ABC ama Mie Sedap (hoho). Kayaknya emang gue harus beradaptasi dan gak bisa 'manja' gitu. Oh iya, kali ini nggak ada drama susu formula haha. Kita balik ke susu lama Aria yang kalo disini namanya Enfagrow A+ Langkah 3. Harganya sekitar 55 RM untuk 600 gram.

Anyway, gue mungkin terlihat excited tapi sejujurnya gue khawatir. Gw takut Mamat bakal sering ninggalin gue dan Aria di rumah dan kelayapan. Apalagi ini gue di negeri orang. Tapi sebelum berangkat ke Penang, gue uda menetapkan hati kalo gue nggak mau ambil pusing dan buat stres soal itu. Yang penting gue banyak-banyak doa aja dan fokus ama ngurusin anak ama suami. Kali ini gue harus belajar banyak sabar dan mengalah. 

Well, here we go. New adventure begins. All I know is we're gonna be alright as long as we're together.


Reading Time:

Wednesday 18 April 2018

Lidah Ndeso Hamil Di Luar
03:03 4 Comments

Orang Indonesia yang tinggal di luar negeri pasti kangen masakan Indonesia. Apalagi kalo hamil. Biasanya hamil muda itulah masa-masa ngidam paling parah. Tiga kali gue hamil, 3-3nya hamil di luar Indonesia semua. Alhasil, ngidamnya paraaaaaah banget.

Waktu hamil muda Aria, gue dan Mamat baru pindah ke Penang. Di Penang juga kita baru tahu kalo gue hamil. Gue juga baru sadar betapa bergantungnya gue dengan makanan Indonesia. Selama ini makan ya makan aja. Anyway, waktu di Penang gue ngidam makan sop kacang merah. Sayangnya waktu itu di apartemen, peralatan masak nggak komplit. Cuma ada Microwave ama Rice Cooker doang. Berhubung ngidam parah, gue google lah gimana cara masak sup kacang merah pake Microwave dan dapet. Bumbunya pun lumayan komplit. Tapi gagal maning haha. Gue yang sebenernya bukan tukang masak pun nyoba-nyoba dan akhirnya gagal. Kacangnya mentah banget, dan gue dikomplen anak-anak (temen-temennya Mamat) karena berusaha ngeracunin mereka. Yang ternyata baru gue tahu kalo kacang merah nggak dimasak dengan bener bisa beracun. Sejak itu selera makan gue hilang. Dari gue yang dulunya tukang pemakan apa saja, pun jadi picky. Oiya, waktu itu gue paling eneg ama bau Indomie Goreng soalnya hampir setiap hari masakin Mamat Indomie goreng (pake microwave!).

Waktu hamil kedua, Januari tahun lalu, kali ini kita di Manila. Sebenernya ini yang kedua kalinya kita pindah ke Manila. Awal pertama kali pindah ke sono, lidah gue asli nggak matching banget ama makanan sana karena mostly makanan mereka terpengaruh masakan Spanish (dulu mereka emang jajahan Spanyol setau gue). Makanan lokal yang cocok di gue itu cuma clam soup-nya sama Chicaron (ini kayak kerupuk kulit tapi dari kulit B*bi). Luckily, makanan Baratnya proper banget dan inilah yang jadi pelarian gue.

Anyway, kali kedua balik ke Manila, gue mulai cocok dengan makanan lokalnya. Uda mulai ketemu sela makanan yang enak juga. Dan gue baru nemuin restoran Indonesia yang masakannya asli banget. Rumah makannya ada di Linear daerah Makati (siapa tau ada yang penasaran), dan mereka jual ayam sambal, rendang, dan beberapa masakan Padang lainnya. Oh iya, sama Teh Botol ama Fruit Tea Apple. Jadi tiap weekend gue pergi ke sana, beli lauk buat stok seminggu. Selamat kali ini. Kalau gue ngga sempet pun, gue masih bisa beli makanan lokalnya yang ada di MetroChef. MetroChef itu semacam food truck. Makanan lokal yang biasa gue makan itu kayak sisig, adobo kadang ada chicken curry. Di MetroChef langganan gue juga kadang ada semacam bakwan kecil-kecil pake gula aren pedes (slurp).

Nah, hamil ketiga kali ini kita pindah ke Bangkok dulu sebelum hijrah ke Pattaya. Craving-nya tetap makanan Indonesia. Tapi kali ini gue berniat untuk masak. Berminggu-minggu gue nagging ke Mamat minta beli ulekan batu karena gue bener-bener berniat nyambel. Sebenernya gue nggak against makanan Thailand. Seriously, they are absolutely lovely. Bumbu-bumbu yang ada pun hampir semuanya ada. Kecuali kemiri, daun salam sama cabe rawit yang agak susah ditemuin. Pendek cerita, ulekan udah di tangan, gue pun mulai masak seperti ayam bumbu kuning, ayam woku, dan opor ayam.

Walau akhirnya gue udah bisa masak, tetep aja ngidam makanan yang nggak ada. Salah gue juga sih suka mantengin Facebook orang dan ngeliatin makanannya. Hasrat ngidam pun makin gegilaan dan gue sampe kebawa-bawa mimpi soal makanan. Jujur aja ini bener-bener buat gue stress. Pagi, siang, malam yang dipikirin cuma makanan doang. Ada lagi acara ngidam lapis legit dan pempek. Oiya, di Thailand gue belum pernah nemu kecap manis jadi kalo ngidam Nasi Goreng atau Ayam Kecap, yah diakal-akalin pake Saus Tiram.  Luckily, waktu itu ada temen gue yang mau dateng dari Kuala Lumpur jadi gue pun nitip 2 botol kecap manis ABC, hehe. Satu lagi, setiap hamil gue selalu ngidam Sate Padang (hiks!).

Sekarang back to Indonesia, sisa-sisa ngidam gue masih ada dan waktu akhirnya bisa gue lampiasin…ya Tuhan, gue bersyukur banget jadi orang Indonesia dan tinggal di Indonesia. Makanan kita tuh emang kaya banget. Mungkin ini penilaian subjektif gue doang ya karena lagi hamil tapi buat gue, makanan Indonesia tuh jauh lebih enak dan beraneka ragam. Rada-rada kapok sih hamil dan nggak tinggal di Indonesia, apalagi dengan lidah ndeso gue ini. Tapi at least gue bersyukur, separah-parahnya ngidam gue sampe stress, pasti selalu ada jalan keluar dan akal-akalannya.


Reading Time:

Monday 16 April 2018

Sharing House Works With Mamat
01:42 4 Comments


Happy Monday, dear Readers! Weekend kemarin pada ngapain? Semingguan kemarin gue suntuk banget di rumah dan kaki sudah gatel banget mau keluar. Akhirnya Sabtu kemarin gue main di Kota Kasablanka dari jam setengah 12 siang sampe jam 9 malam (juara!). Kali ini bawa Aria kok.

Anyway, this time gue mau sharing soal pembagian kerja di rumah. Adilnya sih suami kerja, dan istri urus rumah. Ya nggak? Gue pribadi sih selalu mengusahakan rumah tidy kalau Mamat pulang kerja karena gue tahu gimana mumet dan bad mood nya pulang ke rumah yang acak adut setelah seharian stress di kantor. Jadi biar Mamat ngga stress dan cranky, that’s the least thing I could do for him.

Untuk urusan makanan, untungnya gue nggak perlu ribet nyiapin. Soalnya kalo gue masak pun, which is masakan Indo, dia nggak bakal makan dan akhirnya malah delivery atau makan mi instan biar gak ribet. Sebenernya dimana kita tinggal, berbeda juga treatment-nya. Gue kasih contoh:
  • Manila : Gue tinggal rebusin kentang ama wortelnya waktu deket-deket jam dia mau pulang, dan nanti Mamat sendiri yang masak pork steak-nya. Kalo ini gue ngga bisa masaknya karena Mamat punya tingkat kematangan sendiri. Dia pun gak bakal bosen makan ini tiap malam. Iya, laki gue itu creature of habit deh pokoknya.
  • Thailand : Mamat yang masak untuk kita karena dia emang lebih banyak waktu di rumah dan kita biasanya makan Babi panggang/pumpkin/kentang/wortel pake gravy (ini emang enak banget!). Jadi Mamat tinggal cemplungin semua di oven dan tunggu 1 jam. Kalau ini emang dia yang doyan dan semangat banget masaknya. Atau kadang gue masak opor ayam/rendang atau curry.
  • Jakarta : Delivery! Ojek online delivery ini favorit kita semua. Gue pun emang udah niat nggak mau masak sebulan kalo uda balik Indo. Kangeeeen. Mamat biasanya pesen Pizza atau Makanan Padang (si Tuan ini juga doyan Dendeng Batokok!).


Balik ke topik deh, kok ini jadi bahas makanan. Untuk urusan pekerjaan rumah, intinya sih tetap tanggungjawab gue. Tapi gue bersyukur kalau Mamat masih mau ikut bantuin. Kalau dia masuk kantor dan pulang malem, dia pasti tepar dan udah nggak bisa ngapa-ngapain (kecuali urusan makanan). Beda kalo weekend, mostly emang kita di luar tapi kalo udah hari Minggu dimana kita mau istirahat dan persiapan untuk Senin-nya (udah keabisan duit juga sih mau keluar). Atau kita grocery shopping, Mamat pasti ikut bantu-bantu ngerapiin barang hasil barang belanjaan dan beberesan.

Terakhir di Thailand, Mamat sempat kerja dari rumah sekitar 8 bulanan dan rumah selalu berantakan. I don’t know why tapi kalo Mamat di rumah, gue malah bawaannya males. Mungkin karena ngga ada deadline-nya. Kalo Mamat ngantor kan, deadline-nya waktu dia pulang kantor ya. Memang sih masih tetap beberesan (I’m not that lazy loh!) atau nyapu setiap hari tapi again punya toddler seumuran dan seaktif Aria, nggak ngefek juga. Untungnya Mamat ngerti dan kadang nyapu lagi kalo dia ngerasa berantakan banget sementara I got my hands full. Mamat juga yang rajin masak termasuk untuk makan Aria (this is exciting him so much, btw) dan gue yang bagian cuci piring. Atau kadang kalo ada sesuatu yang mau dia selesaikan saat itu juga, dia yang kerjain sendiri. Sementara bagian gue selalu yang bersihin dapur sebelum tidur. Kalo ini wajib hukumnya buat gue, karena gue bakal cranky banget seharian kalo bangun pagi mau buat sarapan dan itu dapur udah kayak kapal pecah. Gue juga nyapu dan ngepel setiap pagi terus nanti Mamat yang rapiin mainan Aria waktu si Nona tidur. Duh, pokoknya kalo di Thailand enak banget deh. Gue sangat terbantu.

Semenjak balik ke Jakarta, gue nggak pernah ngeliat Mamat megang sapu (btw, akhirnya kita beli sapu baru haha!) atau ngerapiin barang or whatever, justru dia join team Aria yang ikut ngeberantakin juga. But I don’t mind at all. Jadi gue pun ada yang dikerjain berhubung gue juga udah nggak kerja lagi. Lagian apartemennya juga kecil dan nggak segede rumah di Thailand dulu, jadi masih cincay laaah!

Kalo buibu di rumah gimana? Suaminya mau bantu-bantuin juga nggak atau punya ART? Terus kalo punya ART, masih ikut bebersihan rumah lagi nggak? Jadi kepo gue. Sharing dong, hehe.


Reading Time:

Friday 13 April 2018

[REVIEW] Coba-coba Go Clean
11:26 2 Comments


"Apartemen cuma seiprit kok pake Go-Clean?"
Pasti itu yang ada dipikiran orang, apalagi yang udah pernah ke apartemen gue. Emak gue sih kalo udah pernah ke sini pasti bilang begitu. Pasti gue dikatain malas.

Nyatanya, mau pake jasa pembersih ini adalah idenya Mamat. Awalnya dia ngomong buat nyindir gue, tapi seiring Aria tumbuh besar dan lama-lama dia pun bisa liat kalo gue emang keteteran. Maklum status gue kan masi Ibu baru, bukan Super Mom in instant. Dari sejak di Bangkok, kita udah pasang iklan sampai akhirnya kesampaian malah pas balik Indonesia.

Sebenernya untuk urusan bersih-bersih doang sih gue masih sempat. Tapi ya gitu, gue ngga bisa langsung selalu bebersihan apalagi di saat punya toddler kayak Aria. Di saat semua sudah rapi masuk laci, meleng dikit ada dia yang ngeluarin lagi. Giliran gue balikin masuk barang ke laci, eh, dia pindah ke lemari baju gue yang model geser dan mulai bongkar dan keluarin semua baju. Belum hobi baru dia yang lagi suka ngelepeh makanan, lantai pun jadi mucky. Akhirnya gitu aja kerja gue seharian.

Tapi yang sebenernya mendorong kita dan memutuskan untuk memanggil Go Clean itu karena di apartemen, kita nggak punya kain pel dan sapunya patah (haha!) Entah kenapa, nggak pernah kesampean mau beli sapu atau kain pel baru. Sementara perut buncit gue udah nggak memungkinkan buat gue nge-jogrok sambil nyapu.

Akhirnya setelah 2 minggu tinggal di sini dan 1 long weekend yang extend ke weekday karena Mamat sakit, kita pun memanggil Go Clean. Jam 12.30 si Ibu datang dengan perkakas Go Clean-nya. Jadi yang paling gue butuhin itu kan untuk nyapu dan ngepel doang, nah itu tas kok kayaknya ngga muat, cuma vacuum cleaner. Later I found out kalo tongkat pelnya yang bisa ditarik manjang gitu (katro banget sih gue, lol!).

Oiya, karena ini apartemen cuma seiprit jadi gue pake paket yang 1 jam with tools (45.000). Dan ternyata kita bisa milih mau pake paket ruangan yang mana aja. Gue pun memilih 30 menit kamar tidur dan 30 menit ruang tamu (which is yang digabung ama dapur). Berhubung gue bilang ini apartemen seiprit, alhasil si Ibu membersihkan semua (termasuk kamar mandi) dalam 1 jam. Makasih Ibu!

Hasilnya? Aseli memuaskan! Namanya ibu-ibu, ya jadi sambil beliau kerja, kita pun ngobrol. Dia cerita dia punya anak 3 dalam 2 kali melahirkan aka satunya lagi kembar. Sambil ngobrol, dia adalah nyelipin ngomong kalo biasanya dia ngga ambil job daerah sini. Soalnya ngga tahan sama macetnya. Ada juga selipan keluhan dia soal parkir di Apartemen gue nih kalo nggak langganan jadi mahal banget dan dia bawa motor. Oke! Gue ngerti nih kodenya.

Other than that, gue pun menikmati jasa Go Clean. Paling ribetnya gue ama Aria pindah-pindah ke kamar tidur atau sofa kalo pas si Ibu mau giliran bersihin atau perkara Aria yang kakinya gatel (persis Bapaknya) mau mondar mandir. Tapi gegara keasikan ngobrol juga, gue ampe lupa nawarin minum ama cemilan (maap Ibu!). Pasalnya, gue baru inget waktu ngga lama ibunya pamit. Fyi, Ibu-nya gue kasih 60.000. Gue ngga tahu itu kedikitan atau kebanyakan.

Anyway, dari Ibu ini juga gue tahu kalo ada tempat penyewaan baby gear kayak pram, crib dan mainan buat anak-anak. Beneran ini gue baru tahu!

Jadi kesimpulannya, kalo ditanya mo pake Go Clean lagi atau enggak. Jawaban gue, ya iyalah. Enak banget, gilak! Emang sih lebih murah kalo gue beli sapu ama kain pel doang (haha!). Tapi pesan Mamat jangan keseringan, adanya ntar gue males (lol!)


Reading Time: