00:47
BY Mrs Bule1
Comments
(image source: Unsplash )
Aria lahir September 2016 dan sekitar Januari 2017, we found out that I was pregnant again. Kebayang dong gimana panik dan galaunya gue. Salah kita memang yang nggak langsung ikut program KB karena kita pikir itu kan baru lahiran banget dan onderdil gue masih acak adul. But well, things happened. Periode itu kita lagi tinggal di Jakarta jadi gue agak legowo karena masih dekat dengan keluarga. Walau jujur dalam hati sebenernya nggak rela banget karena gue nggak siap. Even Aria bukan bayi cerewet yang bisa buat mata gue dan Mamat berpanda ria but we got our hands full. Belum lagi gue yang masih harus banyak gendong Aria sana sini. Kita pun memutuskan untuk keep the baby walau Mamat sebenernya galau juga.
Singkat cerita, kita harus pindah ke Phnom Penh sekitar 1 minggu. Untungnya nggak lama karena honestly gue nggak mau raise my kids there. No offense. Setelah dari Phnom Penh, kita pindah lagi ke Manila. Ketidak siapan dan ketidak relaan gue buat hamil lagi tetap ada but they eased up. Mamat dan gue merasa optimis dari segi emosional dan finansial. Jeleknya, setelah balik merokok lagi setelah lahiran Aria, gue pun masih berlanjut. Bawaannya masih stres bok! (I know I'm not a perfect Mom). Gue pun masih minum wine karena waktu hamil Aria gue rajin nge-wine dan katanya red wine bagus buat pregnancy. Sekitar memasuki 3 bulan, gue pun berhenti merokok dan juga setelah dikecam keras sama Mamat.
Gue inget waktu itu 11 April 2017, kita kehilangan anak kedua. Satu minggu sebelumnya perut gue kram sepanjang minggu. Awalnya gue kira itu normal karena waktu hamil Aria dulu gue suka kram jadi gue cuma konsumsi pain killer. Tapi sakitnya masih belum hilang juga selama seminggu itu, juga nggak ada darah yang keluar selain cairan coklat lengket.
Jadi Kamis (6 April 2017) kita pergi ke dokter kandungan sama Aria. Ngomong-ngomong, dokternya perempuan dan masih muda karena Mamat nggak mau laki-laki lain to see my junk (lol!). Sebenernya itu dokter pengganti sih karena dokter yang gue booked lagi off. Anyway, setelah dokter nanya ini-itu, dia minta gue untuk berbaring di meja pemeriksaan. Dia bilang cervix-nya masih nutup yang artinya bagus dan nggak ada pendarahan tapi dia menyarankan untuk scan dan bedrest. Kita bahkan sempet denger detak jantungnya si baby and it bet so fast. Mamat dan gue excited banget, rasanya kayak pertama kali punya baby. Jadi dokter kasih resep untuk kram, vitamin dll. Dia ngasih gue :
Isoxilan Tab 10 mg;
Obimin Plus Cap;
Duphaston Tab 10 mg.
Kita langsung ambil di apotik dan langsung gue minum karena kram-nya udah nggak tertahankan banget. Terus kita pulang.
Kita berencana untuk scan hari Senin tapi ternyata di Filipina lagi libur Holy Week jadi mereka nggak available yang artinya kita harus nunggu sampe minggu depan. Meski gue udah konsumsi obat, kram-nya masih nggak hilang jaid berasa buang-buang duit. Dan gue pun mulai pendarahan dan my water leaked.
11 April pagi, gue tiduran di kasur sambil main hp, gue nggak bisa tidur karena kram. Setiap kali gue bangun, selalu ada gumpalan besar keluar dari vagina. Jadi gue ke toilet dan gue merasa kayak ada gumpalan besar mau keluar. Gue berniat untuk simpan dan tunjukkin ke dokter (hasil nge-google sih menyarankan begitu) supaya mereka bisa meriksa. And there she was, right on my hand (on pad). Gue teriak dan manggil Mamat dan nangis bersamaan.
Aseli gue histeris. Pikiran gue kosong. Gue nggak inget ngomong apa atau apa gue gemetaran. Pokoknya gue nggak inget. Gue nggak tahu berapa lama gue nangis. Gw nelfon Nyokap dengan histeris. Mamat coba menenangkan gue, dia bahkan nggak sempat bereaksi sendiri karena terlalu sibuk menenangkan gue dan juga jaga Aria. At that time, I felt like I would never stop crying.
Beberapa hari setelahnya gue pendarahan hebat dan sisanya keluar seperti plasenta dan lain lain. Perut gue masih kram sampai 10 hari berikutnya.
Harus gue akui, hati gue rasanya hancur banget karena gue melihatnya langsung, udah berbentuk human. Bayi gue baru berumur 13 minggu, tapi gue tahu kalo itu perempuan. I feel horrible because I feel guilty. Waktu tahu gue hamil, gue ketakutan. Terlalu awal dan gue baru melahirkan Aria 6 bulan yang lalu. Gue berharap gue nggak hamil. Dan sekarang kejadian depan mata, sebagian diri gue merasa lega but then it hit me. As much as I said, "I'm not ready," I did want her. I really did. Betapa butanya gue nggak menyadari itu sampai akhirnya gue kehilangan anak itu. Gue rasanya malu banget karena kehilangan bayi itu dan gue merasa itu salah gue. Gue anggap miscarriage ini sebagai tanda kalau waktunya memang nggak tepat dan ini membawa gue dan suami gue menjadi lebih dekat karena kita berbagi tangis.
Sekarang gue uda ikhlas. Andai gue bisa menunjukkan betapa menyesalnya gue. Tuhan mungkin menguji gue dan Mamat dan lihat kita belum siap. Atau mungkin ada rencana lain. Seperti sekarang gue hamil lagi (Puji Tuhan!) dan
uda memasuki 32 minggu. Beberapa minggu lalu kita scan dan ternyata kita dapet baby girl lagi yang rencananya due date tanggal 22 Juli. Dan kali ini gue merasa lebih siap dari sebelumnya. Doakan ya.